6.11.2014

Memaafkan Ketika Mampu Membalas

Bookmark and Share

”Ada tiga hal yang apabila dilakukan akan dilindungi Allah dalam pemeliharaanNya, ditaburi rahmatNya dan dimasukkanNya kedalam surgaNya yaitu: Apabila diberi ia berterima kasih, apabila berkuasa ia suka memaafkan, dan apabila marah ia menahan diri (tidak jadi marah).” (HR. Hakim dan ibnu hibban dari Ibnu abbas dalam Min Akhlaqin Nabi)

Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang dapat menahan luapan amarahnya, sedang ia mampu melampiaskannya, niscaya Allah memanggilnya pada hari kiamat dihadapan semua makhluk dan mempersilahkannya untuk memilih bidadari yang ia kehendaki." (HR. Ahmad)

Disaat engkau memberikan maaf kepada saudaramu yang telah merobek perasaanmu, menggugat iman di dadamu, menghancurkan hatimu disaat itulah engkau berada ditahap yang paling tinggi di dalam sejarah kehidupanmu sebagai manusia.

Dapat kita simpulkan bahwa memaafkan orang yang menyakiti kita ketika kita dapat melakukan pembalasan adalah satu perbuatan yang sangat baik dan tinggi nilainya disisi Allah.

Sebuah cerita dalam Perang Uhud Rasulullah SAW mendapat luka pada muka dan juga patah beberapa buah giginya. berkatalah salah seorang sahabatnya, ”Cobalah Tuan doakan agar mereka celaka.” Rasulullah menjawab, ”Aku sekali-kali tidak diutus untuk melaknat seseorang, tetapi aku diutus untuk mengajak kepada kebaikan dan sebagai rahmat. Lalu beliau menengadahkan tangannya kepada Allah Yang Maha Mulia dan berdoa, ”Allahummaghfir liqaumi fa innahum la ya’ lamun, ”Ya Allah ampunikah kaumku, karena mereka tidak mengetahui.” Rasulullah tidak berniat membalas dendam, tapi malah memaafkan mereka dan kemudian dengan rasa kasih sayang beliau mendoakan agar mereka diberi ampunan Allah, karena dianggapnya mereka masih belum tahu tujuan ajakan baik yang dilakukannya.

Ada sebuah cerita lagi tentang dua orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar, dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar, merasa sakit hati, tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir: Hari Ini, Sahabat Terbaikku Menampar Pipiki. Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah Oasis, dimana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu: Hari Ini, Sahabat Terbaikku Menyelamatkan Nyawaku. Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya, “Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir, dan sekarang kamu menulis di batu?” Temannya sambil tersenyum menjawab, ”Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin Maaf datang menghembus dan menghapuskan tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar tidak mudah hilang ditiup angin.

Cerita di atas, bagaimanapun tentu saja lebih mudah dibaca dan dihayati. Begitu mudahnya kita memutuskan sebuah persahabatan hanya kerana sakit hati atas sebuah perbuatan atau perkataan yang menurut kita keterlaluan hingga menyakiti hati kita. Sakit hati lebih mudah untuk diingat berbanding begitu banyak kebaikan yang dilakukan. Mungkin ini memang sebagian dari sifat buruk diri kita. Bukankah sudah menjadi kebiasaan sifat manusia untuk membalas dendam? Maka biasanya bila kita telah melukai hatinya terlebih dahulu dan dia juga menginginkan kita merasakan sakit yang sama seperti yang dia rasakan. Boleh jadi juga sakit hati kita karena kesalahan kita sendiri yang salah dalam menafsirkan perkataan atau perbuatan teman kita. Oleh karena itu, kita akan mudah tersinggung oleh perkataan sahabat kita yang dimaksudkannya sebagai gurauan.

Namun demikian, orang yang bijak akan selalu menerapkan dalam dirinya dalam hatinya untuk memaafkan kesalahan-kesalahan saudaranya yang lain. Walaupun ini sangat berat untuk dilakukan. tapi kembali dari itu semua mari kita berkaca kepada akhlak panutan kita Rasulullah SAW. Mari kita menyerahkan sakit itu kepada Allah – yang begitu jelas dan pasti mengetahui. Seperti Rasulullah yang mendoakan kebaikan buat orang yang telah menyakiti dan memusuhi beliau. “Ya Allah, balaslah kebaikan siapapun yang telah diberikannya kepada kami dengan balasan yang jauh dari yang mereka bayangkan. Ya Allah, ampuni kesalahan-kesalahan saudara-saudara kami yang pernah menyakiti hati kami karena mereka tidak mengetahuinya."

Ada beberapa potongan Ayat dalam Surat Al-Quran tentang perbuatan maaf:
"Ambillah jalan maaf, dan ajaklah dengan cara yang lemah lembut dan berpalinglah dari orang orang yang jahil."(QS. Al A'raf: 199)

"... dan orang-orang yang dapat menahan meluapnya kemarahan dan yang suka memaafkan orang lain dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik."(QS. Ali Imran: 134)

"Balasan perbuatan jahat adalah kejahatan yang seimbang dengannya. Barangsiapa yang memaafkan dan berlaku damai, pahalanya ada di tangan Allah."(Q.S As Syuraa: 40)

"Dan hendaklah mereka suka memaafkan dan mengampuni. Apakah kalian tidak suka Allah mengampuni kalian?" (QS. An Nuur: 22)


Ya Allah… Karuniakanlah kami sifat pemaaf, pengampun dan lapang dada. Ya Allah… Jadikanlah kami orang yang dapat menahan meluapnya kemarahan dan orang yang suka memaafkan orang lain. Amin Allahuma Amin.

Sumber:
Sumber 1
Sumber 2
Sumber 3

0 komentar:

Posting Komentar

Comment Please...

Design by Chandra Nugraha.
Copyleft®2010 by ube17 || supported by andra-ulatbulu